Ayo Teman-teman dan Sahabat yang mau dapat uang
tinggal klik aja link dibawah..
semoga berhasil..
link : http://www.penasaran.net/?ref=m7djt6
Aryan Sallu
Selasa, 07 Mei 2013
www.bebasklik.com/?id=hrc243
Ini baru bisnis online yang
kita cari-cari selama ini www.bebasklik.com/?id=hrc243 gak perlu bayar
biaya pendaftaran, gak perlu nunggu proses aktifasi berjam-jam, sekali
klik langsung aktif dan bisa langsung ngumpulin profit
Senin, 07 Januari 2013
Masyarakat Diimbau Menikah di KUA, Kenapa?
Kantor Urusan Agama
Sekretaris Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI, Muhammadiyah Amin menjelaskan kejadian ini bermula sejak 80 persen masyarakat di Indonesia mengundang penghulu ke rumahnya untuk menikahkan, memberi khutbah dan membacakan doa. Rata-rata penghulu merupakan tokoh agama/masyarakat, dan sebagian besar dari mereka juga menjadi pengurus KUA.
''Sehingga mereka memiliki fungsi ganda,'' ujarnya pada /Republika/, Jumat (28/12).
Tugas pengurus KUA sesungguhnya hanya ada tiga, yaitu mencatat, mengawasi dan administrasi pernikahan. Setelah melakukan tugas mereka, menurut PP Nomor 47 Tahun 2004, masyarakat diharuskan membayar Rp 30 ribu sebagai biaya pencatatan nikah, yang selanjutnya akan masuk ke kas negara. Namun, karena mereka memiliki fungsi ganda, masyarakat lalu memberi penghargaan lebih dari aturan.
Realitanya, tidak ada petugas KUA yang datang hanya mencatat pernikahan. Petugas KUA yang melebihkan fungsinya dihargai lebih oleh masyarakat. Masyarakat yang membayar lebih dari aturan, dinilai KPK sebagai gratifikasi atau suap, meskipun itu bersifat sukarela. Masyarakat lah yang meminta, meskipun mereka telah diberitahu untuk menikah di kantor KUA sesuai jam kerja dan membayar sesuai ketentuan.
Namun tetap saja, menurut Amin, ini tidak bisa dibiarkan terus terjadi. Mayarakat harus diberitahukan dan persoalan ini harus diperbaiki. Walaupun begitu, tak ada yang bisa melarang pengurus KUA untuk menikahkan, dan untuk memulai langkah perbaikan, dibutuhkan dana yang tidak sedikit.
''Setidaknya kita butuh trilyunan rupiah,'' ujarnya.
Di Indonesia, ada 5.382 KUA. Diantara jumlah itu, terdapat 177 yang tidak memiliki tanah, 521 yang tidak memiliki gedung, 367 yang menyewa, 160 yang gedungnya rusak berat dan 335 yang rusak ringan. Untuk memperbaiki fasilitas ini pun dibutuhkan biaya yang sangat besar, sedangkan Ditjen Bimas Islam hanya memiliki anggaran 400 miliar tiap tahunnya.
Banyak yang masih menganggap menikah di KUA itu menjadi momok tersendiri di masyarakat. Bahwa menikah di rumah itu lebih baik. Padahal, tidak seperti itu. Persoalan untuk menghapus pemikiran dan kebiasaan masyarakat memberi bayaran lebih ke petugas KUA, bukanlah perkara mudah.
Amin sementara akan membicarakan beberapa solusi program bersama Itjen Kementerian Agama untuk memecahkan masalah ini secepat mungkin. Salah satu asumsi yaitu dengan membayar legal petugas KUA yang berfungsi ganda itu Rp 500 ribu. Namun, jika ini dilaksanakan juga terkendala dengan minimnya dana.
''Jadi sebenarnya intinya ini pada ketersediaan dana,'' ujarnya.
Hukum Hadiah dan Gratifikasi
Pada
dasarnya pemberian hadiah merupakan suatu hal yang diperbolehkan dalam
Islam. Bahkan Islam mengatakan bahwa dengan saling memberikan hadiah
akan tercipta rasa kasih sayang di antara mereka. Tentunya pemberian
hadiah yang dapat memupuk rasa kasih sayang itu merupakan pemberian
hadiah yang muncul dari hati nurani yang tulus dan ikhlas, hanya
semata-mata mengharapkan ridho dari Allah swt.
Namun
dalam perkembangannya dan realitas yang terjadi, hadiah terkadang
menjadi alat untuk tujuan-tujuan tertentu, sebagai media pendekatan
untuk mendapatkan keuntungan dan keselamatan. Di antara bentuk hadiah
yang dimaksudkan adalah hadiah yang diberikan kepada pegawai abdi
negara.
Dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
tindakan semacam ini diistilahkan dengan Gratifikasi, yaitu uang hadiah
yang diberikan kepada pegawai abdi negara di luar gaji yang yang telah
ditentukan. Lebih lanjut, dalam penjelasan pasal 12 B ayat (1)
gratifikasi diartikan sebagai bentuk pemberian dalam arti luas, yakni
meliputi pemberian uang, barang rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa
bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Dalam
hukum negara, sangat jelas bahwa tindakan gratifikasi ini merupakan
sebuah tindak pidana korupsi yang akan dikenakan hukuman negara.
Islam
dengan ajarannya yang syamil sejak dini telah melarang bahkan
mengharamkan tindakan seperti itu dan bagi pelakunya tidak hanya
dikenakan hukum dunia bahkan jika tidak bertobat diancam dengan hukuman
yang sangat pedih di akhirat. Dalam hadist Abu Humaid as-Sa’idi
diceritakan :
عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ اسْتَعْمَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مِنْ الْأَزْدِ يُقَالُ لَهُ ابْنُ الْأُتْبِيَّةِ عَلَى الصَّدَقَةِ فَلَمَّا قَدِمَ قَالَ هَذَا لَكُمْ وَهَذَا أُهْدِيَ لِي قَالَ فَهَلَّا جَلَسَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ أَوْ بَيْتِ أُمِّهِ فَيَنْظُرَ يُهْدَى لَهُ أَمْ لَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يَأْخُذُ أَحَدٌ مِنْهُ شَيْئًا إِلَّا جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى رَقَبَتِهِ إِنْ كَانَ بَعِيرًا لَهُ رُغَاءٌ أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ أَوْ شَاةً تَيْعَرُ ثُمَّ رَفَعَ بِيَدِهِ حَتَّى رَأَيْنَا عُفْرَةَ إِبْطَيْهِ اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ ثَلَاثًا
Dari Abu Humaid as-Sa'idi radhiyallahu 'anhu berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memperkerjakan seorang laki-laki dari suku al-Azdi yang bernama Ibnu Lutbiah sebagai pemungut zakat. Ketika datang dari tugasnya, dia berkata: "Ini untuk kalian sebagai zakat dan ini dihadiahkan untukku". Beliau bersabda : " Cobalah dia duduk saja di rumah ayahnya atau ibunya, dan menunggu apakah akan ada yang memberikan kepadanya hadiah ? Dan demi Dzat yag jiwaku di tangan-Nya, tidak seorangpun yang mengambil sesuatu dari zakat ini, kecuali dia akan datang pada hari qiyamat dengan dipikulkan di atas lehernya berupa unta yang berteriak, atau sapi yang melembuh atau kambing yang mengembik". Kemudian beliau mengangkat tangan-nya, sehingga terlihat oleh kami ketiak beliau yang putih dan (berkata,): "Ya Allah bukan kah aku sudah sampaikan, bukankah aku sudah sampaikan", sebanyak tiga kali. “
عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ اسْتَعْمَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مِنْ الْأَزْدِ يُقَالُ لَهُ ابْنُ الْأُتْبِيَّةِ عَلَى الصَّدَقَةِ فَلَمَّا قَدِمَ قَالَ هَذَا لَكُمْ وَهَذَا أُهْدِيَ لِي قَالَ فَهَلَّا جَلَسَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ أَوْ بَيْتِ أُمِّهِ فَيَنْظُرَ يُهْدَى لَهُ أَمْ لَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يَأْخُذُ أَحَدٌ مِنْهُ شَيْئًا إِلَّا جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى رَقَبَتِهِ إِنْ كَانَ بَعِيرًا لَهُ رُغَاءٌ أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ أَوْ شَاةً تَيْعَرُ ثُمَّ رَفَعَ بِيَدِهِ حَتَّى رَأَيْنَا عُفْرَةَ إِبْطَيْهِ اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ ثَلَاثًا
Dari Abu Humaid as-Sa'idi radhiyallahu 'anhu berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memperkerjakan seorang laki-laki dari suku al-Azdi yang bernama Ibnu Lutbiah sebagai pemungut zakat. Ketika datang dari tugasnya, dia berkata: "Ini untuk kalian sebagai zakat dan ini dihadiahkan untukku". Beliau bersabda : " Cobalah dia duduk saja di rumah ayahnya atau ibunya, dan menunggu apakah akan ada yang memberikan kepadanya hadiah ? Dan demi Dzat yag jiwaku di tangan-Nya, tidak seorangpun yang mengambil sesuatu dari zakat ini, kecuali dia akan datang pada hari qiyamat dengan dipikulkan di atas lehernya berupa unta yang berteriak, atau sapi yang melembuh atau kambing yang mengembik". Kemudian beliau mengangkat tangan-nya, sehingga terlihat oleh kami ketiak beliau yang putih dan (berkata,): "Ya Allah bukan kah aku sudah sampaikan, bukankah aku sudah sampaikan", sebanyak tiga kali. “
Berkata Ibnu Abdul Barr : “ Hadist di atas menunjukkan bahwa uang yang diambilnya tersebut adalah ghulul ( barang curian dari harta rampasan perang ) dan hukumnya haram, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala :
وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu “
Imam al-Baghawi dalam kitab Syarhu as-Sunnah, menjelaskan bahwa hadist Abu Humaid as-Sa’idi di atas menunjukkan bahwa hadiah pegawai, pejabat, dan para hakim adalah haram. Hal itu karena pemberian kepada pegawai (zakat ) tersebut, dimaksudkan agar dia tidak terlalu mempermasalahkan hal-hal yang mestinya menjadi kewajiban sang pemberi, dan bertujuan untuk mengurangi hak-hak orang-orang miskin. Adapun yang diberikan kepada para hakim, agar dia cenderungan kepadanya ketika dalam persidangan.
Yang termasuk dalam larangan hadist di atas :
Pelajaran
yang terkandung dalam hadits tersebut tidak hanya berlaku bagi seorang
pengumpul zakat yang notabenenya diangkat sebagai abdi negara dalam
bidang mengumpulkan zakat, hadits ini juga berlaku bagi
tindakan-tindakan gratifikasi lainnya baik yang berada dalam lingkuangan
pemerintahan sendiri maupun yang terdapat di dalam elemen-elemen
masyarakat.
Seperti
seorang pegawai perusahaan telekomunikasi yang bertugas memperbaiki
saluran atau kabel telepon yang terputus atau mengalami gangguan. Dia
tidak boleh menerima atau meminta upah tambahan atas pekerjaan yang dia
lakukan dari para pelanggan, karena sudah mendapatkan gaji bulanan dari
perusahaannya. Jika ia menghambil atau meminta upah lagi maka upah
tersebut adalah uang yang diharamkan baginya.
Contoh lain, seperti seorang
pegawai Departemen Agama yang ditugaskan untuk mengurusi penyewaan
tempat tinggal atau asrama jama’ah haji selama di Makkah dan Madinah. Dia
tidak boleh menyewa tempat tinggal yang lebih murah, dengan tujuan akan
mendapatkan uang discount dari penyewaan tersebut yang akan masuk ke
kantong pribadinya. Seorang
pengurus masjid yang ditugaskan untuk membeli kambing kurban dalam
jumlah yang banyak pada hari Raya Idul Adha, dia tidak boleh mengambil
uang discount dari pembelian tersebut, kecuali harus melaporkan kepada
pengurus secara transparan. Seorang
hakim tidak boleh menerima hadiah dari orang yang masalahnya sedang dia
tangani, karena hal itu akan mempengaruhi di dalam keputusan hukum. Seorang
petugas pajak, tidak boleh menerima hadiah dari para pembayar pajak,
karena hal itu akan menyebabkannya tidak disiplin di dalam menjalankan
tugasnya, dan tidak terlalu ketat di dalam menghitung kewajiban
pembayar, karena sudah mendapatkan hadiah darinya. Dan masih banyak lagi contoh lainnya dalam masyarakat.
Tindakan
gratifikasi di atas tentunya tidak diharamkan kecuali dibalik itu ada
dampak negatif yang akan ditimbulkan, banyak kerugian yang akan
dirasakan khususnya bagi masyarakat kecil. Jika kita teliti lebih dalam,
tindakan gratifikasi dapat merusak kinerja para pegawai abdi negara,
karena dia akan cenderung untuk mendahulukan orang-orang yang memberikan
uang lebih kepadanya dan membiarkan orang yang tidak memberikan uang
dalam kondisi kesulitan. Dampak lebih jauh dari itu, akan terjadi banyak
sekali kekacauan, baik dalam bidang politik, hukum, perekonomian dan
lain-lain. Politik akan berjalan dengan cara yang culas, siapa yang
bayar lebih tinggi akan menduduki tampuk pimpinan. Hukum akan menjelma
menjadi hukum rimba, yang kuat bayar lebih banyak akan muncul sebagai
pemenang hukum. Perekonomian akhirnya akan menjadi carut-marut, barang
yang tidak berkualitas dijual dengan harga normal. Tabung gas 4 liter
tersebar di masyarakat hanya berisi 1 atau 2 liter. Minyak bersubsidi
dijadikan ajang untuk mencari keuntungan. Hal ini terjadi karena
pengawas lapangan atau pihak-pihak yang terkait dengan masalah
distribusi tidak mengambil tindakan tegas. Tidak adanya tindakan tegas
tersebut diakibatkan karena mereka menerima keuntungan atau gratifikasi
dari pihak-pihak perusahaan yang mencari keuntungan dengan cara-cara
yang tidak halal.
Mungkin
cerita tentang sahabat rasulallah di bawah ini akan lebih memberikan
kesadaran kepada kita akan bahaya dan ancaman yang akan kita dapatkan
jika kita melakukan gratifikasi. Diriwayatkan bahwa Rasulullah shallahu
‘alai wassalam mengirim Muadz bin Jabal ke Yaman, kemudian pada
pemerintahaan Abu Bakar , beliau mengirim Umar pada musim haji ke
Mekkah. Ketika sedang di Arafah Umar bertemu dengan Muadz bin Jabal yang
datang dari Yaman membawa budak-budak.
Umar bertanya kepadanya: “Itu budak-budak milik siapa ? “ Muadz menjawab : “ Sebagian milik Abu Bakar dan sebagian lagi milikku “. Umar berkata : “ Sebaiknya kamu serahkan semua budak itu kepada Abu Bakar, setelah itu jika beliau memberikan kepadamu, maka itu hakmu, tetapi jika beliau mengambilnya semuanya, maka itu adalah hak beliau ( sebagai pemimpin ).” Muadz berkata : “ Kenapa saya hartus menyerahkan semuanya kepada Abu Bakar, saya tidak akan memberikan hadiah yang diberikan kepadaku.“
Kemudian Muadz pergi ke tempat tinggalnya. Pada pagi hari Muadz ketemu lagi dengan Umar dan mengatakan: "Wahai Umar tadi malam aku bermimpi mau masuk neraka, tiba-tiba kamu datang untuk menyelematkan diriku, makanya sekarang saya taat kepadamu. “ Kemudian Muadz pergi ke Abu Bakar dan berkata : “ Sebagian budak adalah milikmu dan sebagian lain adalah hadiah untukku, tapi saya serahkan kepadamu semuanya.” Kemudian Abu Bakar mengatakan : “ Adapun budak-budak yang dihadiahkan kepadamu, saya kembalikan kepadamu.”
Umar bertanya kepadanya: “Itu budak-budak milik siapa ? “ Muadz menjawab : “ Sebagian milik Abu Bakar dan sebagian lagi milikku “. Umar berkata : “ Sebaiknya kamu serahkan semua budak itu kepada Abu Bakar, setelah itu jika beliau memberikan kepadamu, maka itu hakmu, tetapi jika beliau mengambilnya semuanya, maka itu adalah hak beliau ( sebagai pemimpin ).” Muadz berkata : “ Kenapa saya hartus menyerahkan semuanya kepada Abu Bakar, saya tidak akan memberikan hadiah yang diberikan kepadaku.“
Kemudian Muadz pergi ke tempat tinggalnya. Pada pagi hari Muadz ketemu lagi dengan Umar dan mengatakan: "Wahai Umar tadi malam aku bermimpi mau masuk neraka, tiba-tiba kamu datang untuk menyelematkan diriku, makanya sekarang saya taat kepadamu. “ Kemudian Muadz pergi ke Abu Bakar dan berkata : “ Sebagian budak adalah milikmu dan sebagian lain adalah hadiah untukku, tapi saya serahkan kepadamu semuanya.” Kemudian Abu Bakar mengatakan : “ Adapun budak-budak yang dihadiahkan kepadamu, saya kembalikan kepadamu.”
Atsar di atas menunjukan bahwa jika seorang pegawai di dalam menjalankan tugasnya mendapatkan hadiah, hendaknya dilaporkan secara transparan kepada lembaga yang mengirimnya. Kemudian apakah lembaga tersebut akan mengijinkannya untuk mengambil hadiah itu atau memintanya untuk kepentingan lembaga, maka ini diserahkan kepada aturan dalam lembaga tersebut.
Jumat, 04 Januari 2013
Gebrakan Baru Irjen Kemenag MoU dengan PPATK
Jakarta [ItjenNews] -
Beberapa hari terakhir ini, kesibukan Inspektur Jenderal Kementerian
Agama Mochammad Jasin kian padat saja. Dering teleponnya kerap berbunyi
hanya berselang beberapa saat. Pria kelahiran Blitar, 14 Juni 1958 ini
berjibaku melayani permintaan wartawan untuk mewawancarai. Entah
wawancara tatap muka langsung, maupun jarak jauh, satu demi satu ia
layani. Saking padatnya permintaan wawancara, beberapa media harus
“antre” untuk mendapatkan komentar-komentar lugas dari mantan Wakil
Ketua KPK ini.
Belakangan, Jasin harus disibukkan
dengan pemberitaan rekening gendut milik Pegawai Negeri Sipil
Kementerian Agama. Seiring terobosannya melakukan penandatanganan nota
kesepahaman kerjasama (MoU) dengan PPATK, secara intens Jasin
memberikan penjelasan kepada media seputar langkah pencegahan dan
pemantauan arus lalu lintas transaksi keuangan pegawai dan kasus-kasus
rekening jumbo milik pegawai Kemenag. Tanpa kenal lelah, sembari
melaksanakan segudang tugasnya sebagai Irjen, Jasin menjawab satu
persatu pertanyaan dari berbagai awak media. Kamis (27/12/2012), pria
bersahaja yang gemar menggunakan baju batik ini menerima kru wartawan
televisi swasta nasional di ruang kerjanya. Berikut petikan wawancara
wartawan dengan Irjen Kemenag, Mochammad Jasin:
Bagaimana penjelasan soal kasus pegawai Kementerian Agama yang terindikasi memiliki rekening gendut itu?
Identifikasi itu berdasarkan pemantauan dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, red).
Kami diundang bersama tim untuk melakukan presentasi paparan dari
PPATK. Disinyalir ada di Kementerian Agama yang melakukan transaksi di
luar batas kewajaran sebagai Pengawai Negeri Sipil, karena sudah
menyangkut angka milyaran rupiah, dan frekuensinya juga sering. Ini
tidak hanya di (Kemenag) Pusat tapi juga di (Kemenag) daerah. Nah,
indikasi penggunaan dana yang ditarik itu bisa jadi dana itu berasal
dari sumber dana di luar Kementerian Agama. Sumbernya dari mana pun juga
kalau sudah masuk suatu lembaga negara atau lembaga pemerintah itu
sudah masuk ranah keuangan negara. Nah, pemantauan PPATK itu
menguntungkan kami sebagai pengawas internal untuk melakukan penertiban.
Penertiban itu dengan maksud jika sudah ada indikasi penyalahgunaan
wewenang atas kewenangan diemban oleh suatu oknum dari Kemenag, kita
harus meluruskan kalau ada pelanggaran oleh oknum kita. Sesuai dengan PP
Nomor 10/2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri. Kalau sudah mengarah ke
indikasi pidana, sebagaimana amanat dari Diktum VIII Inpres tahun 2004
tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, maka pengawas internal
meneruskan ke penegak hukum, ke Kejaksaan, Kepolisian atau KPK. Itu
perintah dari Inpres tersebut. Semuanya sudah koordinasi secara baik.
Semua dilaporkan ke Menteri Agama. Dan Pak Menteri juga sudah
menyetujui. MoU yang kita buat pun kita komunikasikan dengan baik dengan
jajaran Eselon I.
Berapa kira-kira jumlah pegawai Kemenag yang punya rekening gendut?
Ini kan tahap awal dari lokus
pengelolaan dari dana yang dikelola oleh Kementerian Agama. Itu
kira-kira masih belasan. Tapi kan ini tahap awal. Dan ada indikasi kalau
itu skopny adalah skop nasional kan bisa lebih dari itu. nah, yang baru
kita identifikasi di daerah baru satu daerah. Sementara di Kementerian
Agama itu ada 4.474 Satuan Kerja di seluruh Indonesia. Saya anggap ini
sangat menguntungkan bagi Kementerian Agama, khusunya Inspektorat
Jenderal Kementerian Agama untuk melakukan pemantauan menuju pada azas
transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan.
Apakah rekening gendut pegawai Kementerian Agama itu hasil dari korupsi?
Tentunya kalau kita melihat skala
remunerasi atau sistem penggajian Pegawai Negeri Sipil kan tidak mungkin
bisa mengumpulkan dana sekian milyar itu, kecuali dapat lotre atau
warisan. Ini yang menjadi program kita untuk segera menertibkan. Apabila
itu hasil dari tindak pidana korupsi, menurut Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang (TPPU), ini kan ada ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang itu.
Nah, bisa jadi itu juga harus disita dan dikembalikan ke Kas Negara,
apalagi jika ada indikasi pidananya. Artinya, ditetapkan tersangka dulu,
baru diproses hukum, termasuk penerapan Undang-Undang tentang TPPU.
Apa tindakan lain yang diterapkan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama terkait akuntabilitas dan transparansi di Kemenag?
Tentunya kita mendepankan pencegahan.
Pencegahan itu yakni memberikan bimbingan ke arah pencegahan korupsi,
pelaporan harta kekayaan harus kita targetkan. Semua yang tidak lapor
harus melapor harta kekayaannya. Menyusun SK Menteri tentang pejabat
strategis di lingkungan Kementerian Agama. Itu yang wajib lapor. Nah,
kebetulan, tanggal 11 Desember kemarin kita sudah menandatangani Zona
Integritas, yaitu untuk menuju Wilayah Bebas dari Korupsi. Berarti
asumsinya, semua pegawai di Kemenag ini harus melaporkan kekayaan untuk
mencapai predikat Wilayah Bebas dari Korupsi. Ini sebagai parameter kita
untuk mencegah orang itu berambisi mengumpulkan kekayaannya. Harapan
kita seperti itu. Sehingga tertib administrasi menuju tata kelola
pemerintahan yang baik menjadi perlu agar Indonesia ini bebas dari
kasus-kasus dan masalah korupsi yang merugikan dan menghambat negara ini
sulit untuk maju ini.
Jika terbukti melakukan korupsi, apakah ada sanksi?
Kalau sudah ada arah transaksi yang
indikasinya melanggar aturan, memperkaya diri sendiri, dan merugikan
keuangan negara, itu tentunya ada delik pidana yang bisa diarahkan
kepada yang bersangkutan. Itu tugasnya penegak hukum. Kalau kita hanya
mengindentifikasi saja. Apabila ada penegak hukum yang minta informasi
kepada Itjen, maka kita harus memberikan informasi itu secepatnya. Itu
perintah Diktum VIII Inpres Nomor 5 Tahun 2004. Jadi kita tidak
menyalahi aturan. Semuanya dalam kerangka melaksanakan aturan yang kita
laksanakan sendiri. Tujuannya adalah untuk mewujudkan good governance. Pak Menteri juga setuju dengan langkah saya ini untuk mewujudkan Kemenag menjadi bersih.
Apakah tidak akan ada pemecatan terhadap pegawai yang punya rekening mencurigakan?
Tidak menutup kemungkinan akan seperti
itu. Bahkan, upaya membebaskan dari jabatannya itu sudah bergulir waktu
saya baru masuk Itjen, bahkan sebelum saya masuk pun itu
(membebastugaskan) mulai bergulir. Saya masuk, lebih banyak laporan
adanya oknum yang sudah firm atau terindikasi melakukan suatu
pelanggaran yang kita proses, sambil secara bersamaan diproses hokum
oleh lembaga penegak hukum, baik oleh Kejaksaan maupun oleh KPK. Yang
saya tahu seperti itu.
Apa posisi pegawai yang punya rekening gendut?
Kita masih menerima singkatan nama,
perlu pendalaman. Jadi laporannya masih singkatan nama saja. Jadi, kita
belum bisa menyebutkan posisinya, PPATK juga masih menyebut pegawai
Kemenag, belum menyebutkan nama. Saya yakin PPATK juga akan melaporkan
ke penegak hukum. PPATK itu seperti itu tugas dan fungsinya. [ ]
Reporter : Moh. Anshari
Redaktur : Nurul Badruttamam
Irjen Kemenag: Biaya Nikah Mahal Bisa Picu Kawin Siri
Jakarta - Pungutan liar atau pungli dalam pengurusan nikah resmi dicurigai menjadi penyebab maraknya pernikahan siri. Padahal, bila semua sesuai aturan, Kementerian Agama menegaskan bahwa biaya resmi pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA) hanya sebesar Rp 30 ribu.
"Itu (pungli) yang membuat banyak nikah di bawah tangan," ujar Irjen Kemenag M Jasin dalam perbincangan dengan detikcom, Kamis (27/12/2012).
M Jasin mengatakan biaya pencatatan pernikahan di KUA diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2000 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Agama. Biaya di luar biaya resmi yang sudah diatur tersebut dipastikan adalah pungli.
"Nikah itu biayanya jangan mahal-mahal, kalau bisa yang Rp 30 ribu itu justru ditiadakan atau digraiskan. Kalau biaya nikah mahal dikhawatirkan memicu maraknya kawin siri," imbuh Jasin. Pernyataan Jasin ini meluruskan statemen sebelumnya yang menyebut kalau penghulu meminta uang Rp 1-2 juta mending menikah di bawah tangan. Berita ini sekaligus mengklarifikasi berita yang ditulis sebelumnya.
Menurut Jasin permintaan penghulu untuk biaya 'lain-lain' itu bukan tanpa alasan. Salah satu faktor yang membuat penghulu meminta biaya adalah untuk ongkos transportasi dimana lokasi menikahkannya jauh dari KUA.
"Peristiwa nikah itu 80 persen itu dilakukan di hari libur. Di kampung saja ada yang minta Rp 500 ribu," imbuhnya.
Meski begitu, Jasin mengakui bahwa tidak selalu biaya nikah yang mahal itu dapat dikaitkan dengan pernikahan siri. Jasin menilai pernikahan siri itu saat ini justru banyak dilakukan oleh orang-orang kaya bukan orang miskin.
"Salah satunya kasus Bupati Garut Aceng itu. Dia kan nikah siri bukan karena tidak punya uang," candanya.
Sebelumnya Jasin mengungkapkan pungli di Kemenag, terutama di KUA bisa mencapai Rp 1,2 triliun. Jasin mengatakan pungutan liar kebanyakan terjadi ketika penghulu meminta 'ongkos' menikahkan dari pasangan yang telah mendaftar ke KUA. Tak tanggung-tanggung, mereka minta Rp 500 ribu untuk tiap pernikahan. Padahal, ongkos sebenarnya hanya Rp 30 ribu.
"Setahun itu 2,5 juta peristiwa nikah, itu belum termasuk yang cerai, jumlahnya sama. Misalnya rata-rata 2,5 juta dikalikan Rp 500 ribu, itu bisa sampai Rp 1,2 triliun," papar Jasin di Kantor Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Jalan Juanda No 37, Jakarta Pusat, Rabu (26/12/2012).
Rabu, 26 Desember 2012
Di Tasikmalaya Ada 112 Pernikahan pada 12-12-12
Sumber dari : http://video.liputan6.com/main/read/54/1113194/0/di-tasikmalaya-ada-112-pernikahan-pada-12-12-12
Langganan:
Postingan (Atom)